Kamis, 02 Agustus 2007

Menunggu �Berkah� Konvensi Golkar

FENOMENA konvensi adalah merupakan gejala politik yang patut di apresiasi di dalam lingkaran partai yang pernah mengalami status quo yang panjang seperti Golkar. Setelah di konversi dari Golkar menjadi partai Golkar, praktis partai beringin ini berubah secara drastis, sekalipun hujatan, hinaan, dan cacian dari kelompok-kelompok yang tidak suka dan benci terhadap tingkah laku politik yang dilakukannya selama Orde Baru datang bertubi-tubi. Tetapi Akbar Tanjung, dengan lincah dan optimis membangun partainya, padahal kutukan, baik dari eksternal partai maupun internal partai datang silih berganti. Salah satu yang seringkali membuat panas kuping para kader Golkar pasca Orde Baru adalah Hajriyanto Y. Thohari, yang memang tidak segan-segan mengkritik partainya.

Janji Golkar baru yang di konsolidasikan Akbar ternyata memang bukan isapan jempol semata, karena ternyata partai ini memang benar-benar berubah, baik menyangkut ideologi politiknya maupun paradigma yang di elaborasinya. Sekalipun masih banyak fungsionaris partai yang berpikiran status quo, tetapi perubahan yang sangat cepat di dalam tubuh Golkar adalah sesuatu hal yang tak terduga sebelumnya.
Seiring dengan perubahan politik yang terjadi, Golkar memang sudah berubah. Baru pertama kali, setelah tiga dasawarsa lebih mengalami kooptasi dan ikut arus kekuasaan, hingga menjadi kendaraan politik sang aktor, Golkar mulai menciptakan logika demokrasi di Internal partainya. Interpretasi demokrasi yang demikian cepat, melebihi partai-partai reformasi yang sesungguhnya, membuat Golkar memang berbeda dengan partai yang lain.

Konvensi adalah praktek demokrasi internal yang dijalankan oleh Golkar untuk menentukkan secara demokratis siapa yang akan di usung untuk menjadi calon penguasa yang akan di dukung oleh Golkar dari sekian banyak kader potensialnya. Dengan konvensi, setiap kader terbaiknya dapat bersaing secara sehat untuk memperoleh dukungan dari internal kadernya sendiri. Sehingga stigma, bahwa ketua partai dapat menentukkan segala-galanya adalah tidak benar, dan Golkar mampu membuktikan hal itu. Konvensi calon Presiden tiga tahun yang lalu adalah fakta, bahwa ketua Golkar tidak mampu berbuat apa-apa di hadapan kadernya. Kekalahan Akbar Tanjung dalam konvensi, dan kemenangan Wiranto adalah fenomena yang patut untuk diapresiasi, bahwa perubahan di dalam partai Golkar benar-benar terjadi.
Sekalipun fenomena Akbar sangat kasuistis, tetapi bagi kita bisa menjadi rujukan, bahwa posisi ketua umum bisa sangat rentan, jika tidak di dukung oleh kadernya di daerah. Inilah fenomena yang kita saksikan dalam partai Golkar secara keseluruhan.

� Menunggu konvensi Golkar

Dengan melihat perubahan-perubahan dalam diri Golkar setelah di konversi, praktek konvensi ternyata menjadi gejala demokrasi khas di Golkar. Sehingga Golkar harus merealisasikan dirinya sebagai partai yang berkuasa, bukan partainya penguasa sebagaimana masa lalu. Masa lalu adalah sejarah kelam yang harus menjadi pelajaran bagi Golkar, dan masa kini adalah objek politik Golkar, serta masa depan harus direbut sebagai bentuk pertanggungjawaban moral Golkar terhadap bangsa ini dengan tetap berkomitmen untuk mereposisi moralitas apparatus partai yang masih banyak melanggar tradisi kultur bangsa kita.

Gejala konvensi inilah yang sebentar lagi akan menjadi tontotan politik bagi masyarakat Sulsel dalam rangka menjaring kader Golkar yang potensial untuk di dorong menjadi calon Gubenur Sulsel. Sekalipun beredar rumor bahwa konvensi hanyalah merupakan rutinitas untuk tidak mengatakan bahwa Golkar sudah tidak demokratis, tetapi melalui konvensi ini, Golkar diharapkan mampu bertindak lebih apresiatif, demokratis dan artikulatif atas demokratisasi.

Indikasi untuk meloloskan salah satu calon dalam konvensi Golkar tanggal 26 Maret ini menganga lebar, bahkan calon yang ikut konvensi, jika tidak lolos dalam konvensi, maka dia harus menjadi tim sukses bagi calon yang lolos. Maka pupuslah harapan Syahrul yang sudah dicalonkan koalisi PAN-PDK untuk terlibat dalam konvensi Golkar, sekalipun belum ada keputusan untuk mengundurkan diri dari konvensi, bahkan ada pernyataan bahwa Syahrul akan tetap mendorong laju pertumbuhan demokrasi di Golkar. Tetapi pernyataan ini hanyalah untuk memperlihatkan bahwa Syahrul hanya sekadar memanas-manasi situasi sebagai strategi politik menjelang konvensi.

Ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi dalam konvensi Golkar tanggal 26 Maret nanti. Pertama; Amin Syam sudah pasti maju dalam bursa konvensi. Dan kemungkinan suara akan mayoritas ke Amin Syam dalam konteks ini; kedua, Syahrul kemungkinan besar tidak akan maju, karena posisinya akan terancam di konvensi. Jika Syahrul melawan Amin Syam, maka sama saja melicinkan jalan bagi Amin Syam, karena posisinya sebagai ketua Golkar sangat memungkinkan dia untuk memenangkan konvensi ini. ketiga; tetapi akan lain ceritanya kalau Mansyur Ramli maju untuk mendorong demokratisasi di Golkar. Jika Mansyur Ramli maju dalam bursa konvensi, maka akan menjadi ancaman bagi Syahrul dan Amin. Terlebih Amin akan berada pada posisi yang sangat rentan jika Mansyur Ramli maju dalam konvensi. Penulis bisa memberikan prediksi yang kemungkinan bisa saja terbantahkan, jika Amin Syam maju berdua dengan Mansyur Ramli atau bertiga dengan Agus Arifin Nu�mang, bahkan berempat dengan Syahrul, kemungkinan peluang Mansyur Ramli sangat besar dengan pertimbangan; (1) Mansyur Ramli kemungkinan akan di dukung oleh Jusuf Kalla sebagai ketua umum partai Golkar. Karena antara Jusuf Kalla dan Mansyur Ramli adalah satu rumpun keluarga dekat. Harus dipahami bahwa suara DPP dalam konvensi ini adalah 40 persen. (2) Jika suara DPP Golkar adalah 40 persen mendukung Mansyur Ramli, maka Mansyur Ramli tinggal mencari dukungan dari DPD I atau DPD II 20 persen, maka dengan sangat mudah ia akan memenangkan konvensi ini; (3) jika Jusuf Kalla terlibat secara serius mendukung Mansyur Ramli sebagai ipar-nya, maka Aksa Mahmud juga sebagai ipar Mansyur Ramli tidak mungkin tinggal diam, sehingga ruang kemenangan bagi Mansyur Ramli sangat besar, dan ini adalah ancaman serius bagi posisi Amin Syam dalam konvensi Golkar.

Anggapan bahwa ketua partai akan dominan menentukan banyak persoalan akan terbantahkan dengan sendirinya, bahkan sudah terbantahkan dalam Golkar. Ketika ketuam umum DPP Golkar Akbar Tanjung dikalahkan oleh Wiranto dalam konvensi untuk menyeleksi calon presiden tiga tahun yang lalu. Ini adalah kondisi laten yang mendekati kemungkinan dan bisa terjadi dalam konvensi nanti. Jika memang demikian yang terjadi, maka Amin Syam akan dihancurkan oleh aturan yang telah dibuatnya, dan seluruh rencana politik partai-partai lain akan mengalami perubahan.

* Partai lain menanti Golkar

Hingga hari ini belum ada ketegasan yang jelas dari partai-partai lain kecuali PAN-PDK yang mengusung Syahrul. Koalisi keumatan, partai Demokrat dan PDI-P, belum memiliki sikap yang bisa menjadi pegangan politik, karena masih dibayang-bayangi oleh apa yang akan terjadi dalam konvensi partai Golkar.

PAN-PDK meminang Azis untuk menjadi wakil Syahrul, tetapi Azis belum berani memutuskan akan kemana dia sebenarnya. Sementara koalisi keumatan menginginkan dia menjadi calon gubernur, bukan wakil, tetapi seberapa besar kans politik yang dimiliki oleh Azis masih harus dipertanyakan. Masyarakat akar rumput hanya mengenal Syahul dan Amin Syam saat ini ditingkat bawah, sementara Azis adalah pelengkap bagi kedua calon tersebut. Enam bulan yang lalu, ditingkat bawah Azis masih bisa menjadi kuda hitam bagi Syahrul dan Amien Syam, tetapi empat bulan kemudian, dinamika politik berubah, Azis justru dikubur oleh Amin dan Syahrul. Koalisi keumatan bisa mengusung Azis sebagai calon Gubernur dengan syarat utama, bahwa seluruh basis kultural Islam harus digerakkan secara massif dan harus mulai sekarang. Jika tidak, Azis akan menjadi korban ambisi partai. Karena hanya basis kultural yang bisa di gerakkan sekarang tanpa pragmatisme.

Untuk bagian akhir tulisan ini sebagian adalah hasil analisis dari perjalanan keliling Sulsel dan hasil wawancara dengan masyarakat arus bawah selama delapan bulan terakhir. Ternyata dinamika politik di bawah itu lebih kencang dari apa yang kita prediiksikan selama ini.***<
/span>

Tidak ada komentar: